-->

Misteri Pengarang syi'eir Tanpo Waton

Misteri Pengarang syi'eir Tanpo Waton

Gus Dur
Di awal tahun 2011 pertama kali aku mendengar syiir tanpo waton di karang nongko di acara pengajiannya kiai husain, rutinan malam pitulasan. syiir tersebut di kumandangkan sebelum dan sesudah pengajian, syiirnya begitu menyentuh kalbu, dan mulai bait awal sampai akhir penuh makna, seluruh syiir tersebut mengandung ajaran mulai dasar sampai ke ajaran yg lebih tinggi, andai ada orang yg baru masuk islam dan hanya syiir an ini jd pegangan insya Allah dia selamat dunia akhirat.

Setelah selesei mengaji aku minta syiiran ini dari para santri melalui bleutoot dari hp ke hp
sesampai di rumah aju dengarkan lagi syiiran ini,tanpa bisa di cegah hati tergetar , perasaan begitu syahdu....air mata jatuh bercucuran, setiap kali ku ulangi syiiran ini aku menangis tersedu....begitu kuat daya magis  syiir tanpo waton ini
Beberapa bulan kemudian ketika aku pergi ketulangan sidoarjo ke rumahnya gus yusup, di rumah gus yusup sudah ada tamu seorang tua yg memakai busana muslim tapi lusuh sekali, aku tidak tahu siapa orang tua ini, tiba - tiba hpku berdering dan kebetulan nada deringnya adalah syiir tanpo waton, orang tua ini meneruskan syiir tanpo waton dari hpku dg suara yg lembut tapi serak sekali dan kulihat matanya mulai berkaca - kaca, singkat kata kami akhirnya membahas syiir tanpo waton ini, berkali kali aku bertanya kepada orang tua ini arti kata yg tidak aku mengerti di syiir tanpo waton ini, orang tua ini menjawab dg sangat gamblang sekali, aku bersyukur di pertemukan dg orang tua ini, lewat gus yusup akhirnya aku tahu siapa sebenarnya orang ini, orang ini adalah teman gus yusup yg setiap kali kalau gus yusup mengalami kegundahan dalam hatinya orang ini datang dg tiba tiba tanpa di undang ke rumah gus yusup dan memberi jalan keluar
Setelah kami mengobrol cukup lama gus yusup bilang padaku kalau syiir tanpo waton ini bukan karangan gus dur dan yg melagukan juga bukan gus dur tapi gus nizam dari wonoayu sidoarjo, dan orang tua ini mengamini apa yg dibilang oleh gus yusup, aku bertanya dalam hati benarkah berita ini...
seiring dg waktu aku mulai melupakan peristiwa ini, dan aku masih yakin kalau yg mengarang dan melagukan syiiran ini adalah gus dur bukan gus nizam,sampai dua hari yg lalu, malam 15 bulan puasa aku di telp oleh putra kiai djalil yg menanyakan siapa sebenarnya pengarang dan yang melagukan syiir tanpo waton, katanya ada yg bilang bukan gus dur yg melagukan, aku teringat peristiwa di tulangan waktu itu, dan kusampaikan kpd putra kiai djalil ini bahwa memang ada yg mengatakan begitu, yaitu bahwa yg mengarang dan melagukan syiir tanpo waton itu gus nizam bukan gus dur. putra kiai djalil ini minta tolong kepadaku supaya mencari info yg sebenarnya..
Aku mulai mencari info dan alhamdulillah info ini ku dapat dari orang yg bernama supri dari wonoayu sidoarjo, beliau bercerita : Diawal bulan Mei 2011 itulah pertama saya mendengarkan syiir ini ditengah-tengah ribuan jamaah dari berbagai penjuru dusun, desa, kecamatan, kota dan luar kota. Ketika mendengar syiir ini hati, akal pikiran dan seluruh badan terasa gemetar seperti mendapatkan pancaran Nur Ilahi. Sejak itulah saya mencoba menelusuri jejak syiir ini apakah Gus Nizam (pengasuh ponpes Ahlus Shafa wal Wafa Simoketawang, Wonoayu, Sidoarjo) yang menciptakan atau ada orang lain dibalik terciptanya syiir ini. 
Karena sejak awal pertama kali mendengar syiir ini saya meyakini bahwa bukan orang biasa yang membuat syiir ini katakanlah sekelas waliyullah. Untuk menapaki jejak syiir ini langkah pertama yang saya ambil adalah mencari di dunia maya melalui bantuan Google, begitu tulisan “syiir tanpo wathon“ saya masukkan dan mesin pencari bekerja seketika web/blog yang mengulas syiir ini langsung terpampang semua. Ohh... ternyata syiir ini diciptakan oleh Almaghfirullah Gus Dur. Dalam hati berkata pantas saja syiir ini begitu mendalam maknanya.
Sebagai seorang lulusan S1 yang pernah melakukan penelitian, insting untuk mencari kebenaran syiir ini mulai muncul dibenak saya. Tak lama kemudian sekitar awal bulan Juni 2011 syiir ini dikumandangkan setiap menjelang adzan shalat fardhu di radio Yasmara Kembang Kuning Surabaya. Sejak itulah syiir ini menjadi gelombang tsunami yang menghantam relung-relung hati dan jiwa orang-orang yang beriman. Satu bulan berikutnya sekitar awal bulan Juli 2011 muncullah CD yang beredar dipasaran melantunkan syiir ini yang disertai vidio klip foto-foto almarhum Gus Dur.
Jejak demi jejak kami telusuri, ternyata syiir ini beredar di dunia maya sejak bulan Nopember 2011 dan yang menyebarkan syiir ini adalah komunitas Gusdurian (pengidola Gus Dur). Semua vidio klip suaranya seragam dilantunkan satu orang, yang hampir semua orang itu meyakini suara Gus Dur, namun setelah memutar beberapa kali suaranya memang mirip suara Almarhum Gus Dur, tetapi suara itu terdengar ketika Gus Dur masih muda. Hatipun bertanya-tanya kalau benar ini suaranya Gus Dur seharusnya syiir ini booming sejak Gus Dur masih hidup.
Jejak setapak terus saya telusuri, suaranya yang masih muda mengingatkan saya pada sosok KH. Mohammad Nizam As-Shofa, Lc dan ternyata betul suara ini mirip sekali dengan suara khas Gus Nizam cucu dari guru mursyid tarekat (almarhum) Hadhratus as-Syaikh al-Mukarram KH. Sahlan Thalib, Krian, Sidoarjo. KH. Sahlan merupakan seorang guru mursyid yang telah menelorkan beberapa orang wali seperti Almaghfirullah Mbah ‘Ud Pagerwojo, Sidoarjo dan juga Almaghfirullah KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam (Pengasuh Ponpes Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah) Turen, Malang.
Langkah setapak untuk menelusuri jejak syiir ini terus saya langkahkan, sudah saatnya saya mencari informasi dari dalam Ponpes Ahlus Shofa wal Wafa melalui jamaah yang sudah lama ikut maupun para pengurus-pengurusnya. Setapak demi setapak membuahkan hasil. Seorang jamaah yang sejak 2007 telah mengikuti pengajian di ponpes ini menjelaskan bahwa sejak pertama kali saya ikut pengajian disini, syiir ini sudah rutin dilantunkan bersama jamaah setelah selesai pengajian. Dan ketika saya bertanya kepada salah satu pimpinan pengurus di ponpes ini, beliau mengatakan saya sudah hafal syiir ini sejak 4 tahun yang lalu, maksudnya adalah sejak awal 2007.
Kemudian saya teringat dengan CD yang memuat pengajian bulan ramadhan tahun 2008 yang didalamnya terdapat file syiir tanpo wathon. Saya coba melihat properteisnya dan ternyata file ini direkam sejak bulan Pebruari 2007.
Puncak pendakian gunung syiir tanpo wathon ini sudah hampir kelihatan, itu artinya langkah setapak tinggal sedikit lagi. Langkah yang berat terus saya lakukan untuk mencapai puncak sejarah dari syiir ini. Dan Alhamdulillah Gus Nizam menunjukkan jalan setapak yang terakhir dari puncak syiir ini, bahwa syiir ini beliau ciptakan sejak tahun 2004. Di versi pertama syiir ini lebih panjang dua bait, kemudian diversi kedua tahun 2007 dua bait tersebut dihapus. Dan versi kedua itulah yang beredar luas dan syiir ini kemudian diakui oleh Gusdurian (pengidola Gus Dur) sebagai syiirnya Gus Dur.
Sebagai pencipta dan pelantun syiir tanpo wathon ini, Gus Nizam bersyukur sekali syiir ini beredar luas dimasyarakat dengan kebesaran nama Guru Bangsa kita yaitu Gus Dur. Kuatnya label kewalian Gus Dur yang samakin hari semakin berjubel, puluhan ribu peziarah terus memadati makam Almaghfirullah Gus Dur. Gus Nizam juga mengaku senang sekali jika syiir ini ditempelkan atau nisbatkan ke Gus Dur. Karena Gus Nizam sendiri mengakui bahwa Gus Dur merupakan salah seorang waliyullah. Itu terbukti disetiap pengajiannya hadiah Al-Fatihah selalu dikirimkan ke Almagfirullah Gus Dur untuk mendapatkan keberkahannya.
Langkah menapaki puncak syiir ini telah sampai pada puncaknya. Pencipta dan pelantun syiir tanpo wathon adalah KH. Mohammad Nizam As-Shafa, Lc. Pengasuh Ponpes Ahlus Shafa wal Wafa, Simoketawang, Wonoayu, Sidoarjo. Beliau merupakan guru pembimbing tarekat Naqsyabandiyah, beliau membuka pengajian tasawuf setiap Rabu malam yang diikuti oleh ribuan jamaah putra-putri. Kitab yang dikaji adalah Kitab Jami’ul Ushul Fil Auliya’ (Syaikh Ahmad Dhiya’uddin Musthofa Al-Kamisykhonawy) & kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidlur Rahmany (Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani) setiap Rabu jam 21.30 WIB.
Disqus Comments